Dalam kondisi seperti ini, filosofi klasik “serangan adalah bentuk pertahanan terbaik” tampaknya menjadi prinsip yang dipegang teguh oleh Milan.
Dengan minimnya opsi di lini tengah dan belakang, bermain agresif bisa menjadi satu-satunya cara untuk mengontrol jalannya pertandingan.
Namun, risiko tetap ada. Feyenoord memiliki serangan balik yang mematikan, terutama jika Milan terlalu fokus menyerang tanpa keseimbangan defensif yang baik.
Baca Juga:Resmi! Nesta Kembali Jadi Pelatih Monza Usai Dipecat Dua Bulan LaluGabungkan Sepakbola Indah Belanda dan Pragmatisme Italia, Sihir Francesco Farioli Kembali Bawa Ajax ke Puncak
Sergio Conceiçao harus cermat membaca situasi, apakah akan terus menekan sejak awal atau menyesuaikan intensitas permainan saat dibutuhkan.
Jika Milan kembali ke formasi 4-2-3-1, Pulisic bisa berperan sebagai gelandang serang di belakang Santiago Gimenez.
Namun, performa inkonsisten Chukwueze dalam beberapa laga terakhir membuat opsi ini kurang meyakinkan.
Ia memang tampil gemilang saat mencetak gol penentu kemenangan atas Parma, tetapi gagal menunjukkan konsistensi dalam laga-laga penting seperti melawan Dinamo Zagreb dan Inter Milan.
Alternatif lainnya adalah memainkan Filippo Terracciano, meski pemain ini hanya mengumpulkan 96 menit bermain sejak Conceiçao mengambil alih kursi pelatih.
Menurunkan empat penyerang bisa menjadi kunci kemenangan Milan di Rotterdam, tetapi keputusan ini harus diimbangi dengan disiplin taktik yang tinggi jika tak ingin pulang dengan kepala tertunduk.