Adriano, Sang Kaisar yang Jatuh karena Miras Santika

Adriano adalah lagu lama kaset baru pemain Brazil. Terkenal saat muda dan langsung tenggelam ketika belum tua. Disebut-sebut sebagai pewaris Ronaldo, kariernya menurun dengan cepat di tengah pertempuran dengan depresi dan alkohol.

Adriano memiliki semua atribut yang Anda inginkan dalam diri seorang striker. Perbandingan modern adalah Romelu Lukaku.

“Dia mengingatkan saya pada Adriano dalam kondisi terbaiknya, kekuatan fisik, kecerdasan, kecepatan,” kata pahlawan AC Milan dan Brasil, Kaka, seperti dikutip baru-baru ini. “Keterampilan dan tembakannya mematikan,” tambahnya.

Penggemar Pro Evolution Soccer 6 mungkin masih mengingat saat Adriano memiliki shoots power 99. Nyaris sempurna. Kekuatan tembakan yang membuatnya tak terbendung. Adriano adalah pemain yang wajib dipasang bagi anak-anak gamers 90-an.

Meskipun kariernya relatif sukses, dia memenangkan enam gelar liga dan Copa America. Adriano tak pernah sampai pada tahap potensi terbaiknya.

Melakukan debutnya untuk Brasil saat berusia 18 tahun dan menjadi pemain muda paling menjanjikan Flamengo, Adriano dengan cepat direkrut oleh Inter pada 2001 sebelum bergabung dengan Parma, melalui Fiorentina, dalam kesepakatan kepemilikan bersama yang rumit. Skema sama yang juga membuat Fabio Cannavaro pindah ke Inter.

Di Parma, duetnya dengan Adrian Mutu sangat mengesankan, mencetak 22 gol hanya dalam 36 penampilan.

Pada Januari 2004, dia direkrut kembali oleh Inter. Musim pertamanya dia mencetak 28 gol di semua kompetisi dan memenangkan Coppa Italia.

Di Inter Milan Adriano mencapai puncaknya, sehingga mendapat julukan L’Imperatore atau ”Sang Kaisar”.

Puncak penampilan Adriano berlangsung di musim 2004-2005. Dia turut membawa Brasil juara Copa America dan mencetak tujuh gol dan meraih Sepatu Emas dalam turnamen bergengsi di zona Amerika Latin itu.

Pelatih Brasil Carlos Alberto Parreira memprediksi karier Adriano luar biasa dari pemain berusia 22 tahun itu.

“Dia akan membuat sejarah dalam sepak bola,” kata Parreira. “Dia akan bermain di tiga Piala Dunia berikutnya, pasti,” ujar sang pelatih.

Adriano mencetak gol penyeimbang dramatis bagi Brasil di menit 93 melawan Argentina di final dan Brasil memenangkan adu penalti.

Setelah pertandingan, dia berkata: “Gelar ini milik ayah saya. Dia adalah teman baik saya dalam hidup. Temanku. Tanpa dia aku bukan apa-apa.”

Kematian Sang Ayah

Sembilan hari kemudian, ayahnya, Almir, meninggal karena serangan jantung.

Kematian sang ayah memukulnya dengan keras. Dia tidak siap menerima kenyataan pahit itu. Biar bagaimana pun, sosok sang ayah amat berarti dalam kehidupannya. Berkat sang ayah, motivasinya menjadi pesepak bola tumbuh subur.

”Hanya aku yang tahu seberapa parah aku menderita,” ujar Adriano sebagaimana dikutip dari Goal.

”Kematian ayahku meninggalkan lubang yang sangat besar. Aku merasa sendirian dan aku menyendiri ketika dia meninggal. Aku sedih dan depresi di Italia, dan saat itulah aku mulai minum,” tuturnya.

“Saat itu, saya hanya merasa senang ketika saya minum,” kata Adriano dalam wawancara tahun 2017. “Saya hanya bisa tidur jika saya minum. Pelatih Inter saat itu Roberto Mancini dan rekan satu tim saya memperhatikan bahwa saya mabuk ketika saya tiba untuk latihan. Saya takut datang terlambat. Jadi saya tidak tidur dan pergi latihan dalam kondisi mabuk. Saya tidur di departemen medis dan Inter harus memberi tahu wartawan bahwa saya menderita sakit otot,” tuturnya.

Mantan rekan setimnya di Inter Milan Javier Zanetti mengatakan para pemain tahu betapa Adriano sedang berjuang melanjutkan kariernya. Mereka mencoba membantunya.

“Adriano memiliki seorang ayah yang sangat menjaganya dan menjaganya tetap dalam antrean. Namun kemudian sesuatu yang tak terbayangkan terjadi. Dia mendapat telepon dari Brasil dan diberitahu bahwa ayahnya telah meninggal,” ujar Zanetti.

“Aku melihatnya menangis. Dia melemparkan telepon ke bawah dan mulai berteriak. Sejak hari itu, Presiden Inter Massimo Moratti dan saya memutuskan untuk menerima dia seperti saudara dan melindunginya,” kata Zanetti.

“Dia terus bermain sepak bola, mencetak gol dan menunjuk ke langit, mendedikasikannya untuk ayahnya. Namun setelah panggilan telepon itu, tidak ada yang sama. Ivan Cordoba menghabiskan satu malam bersamanya dan berkata, ‘Adri, Anda adalah campuran dari Ronaldo dan Zlatan Ibrahimovic’. Apakah Anda sadar bahwa Anda bisa menjadi pemain terbaik yang pernah ada?’ Namun kami tidak pernah berhasil menariknya keluar dari depresi,” tuturnya.

Dunia Luar Merusak

Terlepas dari masalahnya di luar lapangan, pemain Brasil itu terus mencetak gol dan membantu Inter meraih gelar pertama dari empat gelar Serie A yang akan dia menangkan bersama Inter.

Penampilannya juga berlanjut dengan tim nasional saat dia membantu mereka mengangkat Piala Konfederasi pada 2005 dan merupakan bagian dari “kuartet ajaib” yang banyak dibanggakan untuk Piala Dunia 2006 bersama Ronaldo, Ronaldinho dan Kaka.

Adriano hanya mencetak dua gol di babak penyisihan grup dan Brasil tersingkir dari turnamen oleh Prancis di perempat final.

Tingkah laku sang striker di luar lapangan mendapat sorotan tajam saat dia ketahuan berpesta di klub malam sebelum pertandingan di musim 2006/07.

Kemudian manajer Brasil, Dunga mengeluarkannya dari skuad dan mengatakan kepadanya bahwa dia perlu mengubah caranya.

Mancini juga muak dengan tingkah lakunya dan mencoretnya untuk pertandingan Liga Champions karena dia melewatkan pertemuan tim karena efek perayaan ulang tahun.

Pada 2007, pemilik Inter Massimo Moratti mengirimnya ke Brasil dengan cuti yang tidak dibayar dan meskipun dia baru berusia 25 tahun pada tahap ini, kariernya menurun dengan cepat.

Kesepakatan pinjaman dengan Santos disetujui tetapi masalah terus mengikutinya. Dia diusir keluar lapangan karena menanduk pemain belakang Santos dan datang terlambat untuk latihan.

Dia dikirim kembali ke Italia tetapi pelatih Jose Mourinho tidak senang dengan kondisi fisiknya dan menyuruhnya menurunkan berat badan.

Pada 2009, kontraknya dengan Inter dibatalkan dan dia kembali menandatangani kontrak dengan tim masa kecilnya Flamengo.

Adriano menikmati kebangkitannya bersama klub Brasil di mana dia membantu mereka meraih gelar liga dengan 19 gol di musim ini.

Sempat bermain untuk Roma beberapa bulan ketika dia gagal muncul untuk tes medis dan kontraknya dibatalkan.

Adriano nyaris tidak menendang bola setelah ulang tahunnya yang ke-30 dengan penampilan terakhirnya untuk klub yang datang pada 2016 untuk tim liga Amerika yang lebih rendah, Miami United.

Dia saat ini tinggal di Rio de Janeiro dan terlihat menghabiskan waktunya dengan teman-teman lama di favela tempat dia dibesarkan, mengendarai skuter dan membagikan Big Mac kepada anak-anak di daerah tersebut.

Dia tidak pernah jauh dari kontroversi. Pada 2014 didakwa oleh jaksa Brasil karena dugaan hubungan dengan bandar narkoba.

Adriano dikatakan telah memberikan sepeda motor kepada pengedar narkoba yang kemudian digunakan dalam kegiatan kriminal tetapi tuduhan itu akhirnya dibatalkan karena kurangnya bukti.

Penghormatan

Tinggal di tempat kumuh dan jauh dari hingar-bingar sepak bola, Adriano sepertinya akan terlupakan dan hilang ditelan waktu. Namun publik Brazil mencintainya. Federasi Sepakbola Brasil, CBF memutuskan untuk memasukkan nama Adriano dalam daftar kehormatan mereka. Ya, Adriano bakal mengisi salah satu tempat di Walk of Fame yang berada di luar Stadion Maracana.

Adriano pun memberikan respons soal dirinya masuk dalam daftar Walk of Fame Sepak Bola Brasil. Dalam posting-an di akun Instagram pribadinya, Adriano terlihat sangat terharu atas penghormatan tersebut.

“Pada saat saya menerima kabar bahwa akan mendapatkan penghormatan dan plakat kaki saya diletakan di Stadion Maracana, saya benar-benar gembira. Saya berterima kasih untuk semuanya,” tulis Adriano, dalam posting-an di akun Instagram-nya.

Air mata Sang Kaisar pun tumpah usai dinobatkan sebagai salah satu pesepak bola legendaris asal Brasil. Bahkan plakat kaki Adriano bakal terukir dalam Walk of Fame di luar stadion paling ikonik di Brasil, yaitu Maracana Stadium.

Kisah Adriano adalah salah satu kesedihan. Seperti lagu lama yang akan terus diputar. Dia memiliki potensi untuk menjadi salah satu atlet terhebat sepanjang masa. Namun masalah di luar lapangan menghalangi bakat yang dia miliki. (sal)

Sumber: Goal, Wikipedia, The Sun

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *