Thomas Tuchel mengungkapkan Chelsea terlihat lamban, lelah dan tidak memiliki kebebasan dalam kekalahan mereka dari Juventus di Liga Champions pada Kamis (30/9/2021).
Meski menguasai lebih dari 70 persen, juara bertahan Liga Champions itu kalah 1-0 dari Juve setelah Federico Chiesa mencetak gol pada 10 detik babak kedua di Allianz Stadium.
Itu adalah gol paling awal di babak kedua Liga Champions dalam catatan Opta dan membuat Chiesa menjadi orang Italia pertama yang mencetak gol dalam empat pertandingan beruntun untuk Nyonya Tua sejak legenda klub Alessandro Del Piero pada 1997.
Baca Juga:Bruno Fernandes Selalu Yakin MU Bakal Menang Sebelum Ronaldo Jadi PahlawanBenfica 3 vs 0 Barcelona: Derita Kekalahan Bersejarah, Koeman Pasrah
The Blues hanya berhasil melakukan satu tembakan tepat sasaran—upaya yang dilancarkan Romelu Lukaku di babak pertama—melalui kekalahan mengecewakan yang membuat tim Massimiliano Allegri unggul di Grup H.
“Tentu saja, tidak mungkin pada level seperti ini untuk kebobolan gol seperti ini di detik-detik pertama babak kedua. Ketika Anda tahu apa yang akan terjadi dan Anda memiliki organisasi pertahanan seperti yang kami miliki, biasanya setiap saat mungkin untuk mempertahankannya. Kami dihukum karenanya,” kata Tuchel kepada BT Sport dikutip radarsports.id dari Livescore.
Menurut Tuchel, The Blues memulai laga tidak cukup tajam tetapi memiliki penguasaan bola. Dalam 12-15 menit pertama timnya bisa lebih banyak melukai tuan rumah. “Kami bisa lebih tajam dan menempatkan ritme lebih tinggi,” tuturnya.
Pelatih asal Jerman itu menyatakan timnya memiliki begitu banyak ruang dan bisa memasukkan lebih banyak bola ancaman ke dalam kotak penalti Nyonya serta memberikan tekanan lebih berbahaya. “Kami memiliki banyak penguasaan bola, kami memiliki banyak pemulihan yang tinggi,” ujarnya.
“Kami mengalami dua kehilangan bola penting di mana kami hampir kebobolan gol. Anda tidak dapat memiliki ini di level ini—itu tanpa tekanan apa pun,” ucapnya.
Lambat dan Lelah
Tuchel menerangkan Chelsea berjuang untuk menciptakan ritme sendiri karena Juventus begitu dalam dan pasif. Para pemainnya berupaya menemukan intensitasnya. “Bukan hal yang mudah untuk menemukan ruang, untuk tahu persis di mana harus berakselerasi dan mungkin menerima kehilangan bola tetapi hanya di 20 meter terakhir. Namun kami kurang berlari di belakang garis terakhir,” katanya.